Kamis, 13 Agustus 2009

I Consume, Therefore I Am

Saya ingat dan memang sedang sering mendengarkan lagunya Efek Rumah Kaca yang Belanja Terus Sampai Mati. Lagu yang menceritakan konsumerisme. Saya pernah membuat stensil bertuliskan judul lagu itu untuk menyindir masyarakat sekarang yang sangat konsumtif (kapan-kapan saya upload hasil stensilan saya itu). Waktu itu saya sepenuhnya sadar bahwa saya tidak hanya menyindir masyarakat tapi juga diri saya sendiri. :D

Sebenarnya saya tidak perlu membuang waktu untuk membuat postingan ini karena saya yakin semua orang sudah tahu apa yang saya bicarakan. Saya hanya akan terlihat sebagai orang bodoh yang sok mengkritisi masyarakat. Tidak. Sebenarnya saya sedang mengkritisi diri saya sendiri.

Sejak saya punya penghasilan sendiri walaupun cuma kerja sampingan dan tidak seberapa, saya menjadi semakin konsumtif saja. Sebuah hal yang saya tidak suka tapi ada dalam diri saya. Kontradiktif. Mungkin saya tidak sampai berfoya-foya menghamburkan uang, tapi saya tidak bisa mempergunakannya sesuai kebutuhannya. Maka saya menyebut diri saya konsumtif. Maka bersiaplah, postingan ini mungkin akan panjang. Hehe..

Saya sering membeli benda-benda yang mungkin memang saya perlukan, tapi bukan benda yang lebih saya perlukan. Mungkin saya perlu kaos baru, tapi saya masih memiliki cukup kaos untuk ganti. Sedangkan saya tidak memiliki tas karena yang saya pakai sekarang adalah tas kawan saya dan saya telah merusakkannya. Seharusnya saya membeli tas baru. Tidak, saya malah membeli kaos baru. Inilah konsumerisme saya. Dengan daftar benda masih banyak untuk dibeli, saya semakin tidak sadar. Saya merencanakan punya kaos- kaos baru tentu saja (yang bersablonkan nama/gambar band2 favorit saya), sepatu baru (rencananya converse all star lagi, secondhand/sisa ekspor di Pasar Johar juga gapapa), celana panjang baru (model2 alpina yang hardcore2 begitu.. haha), mp3 player, dan seterusnya.

Lihat! benda-benda dalam daftar saya kebanyakan sudah saya punya. Artinya saya hanya ingin benda-benda itu, bukan butuh benda-benda itu. Jikapun saya membutuhkannya itu bukanlah hal yang perlu segera dipenuhi. Seharusnya saya menyimpan uang saya untuk kebutuhan yang lebih penting seperti biaya ujian skripsi, bayar uang kos, mungkin biaya wisuda nanti agar tidak terlalu merepotkan orang tua saya.

Saya yakin hal ini tidak terjadi dalam diri saya saja. Masyarakat saat ini adalah masyarakat yang konsumtif. Seperti saya tadi, membeli yang diinginkan bukan yang dibutuhkan. Saya sangat kabur mengenai masalah sebab-akibat. Jadi saya tidak bisa memastikan semua berasal dari masyarakat sebagai konsumen atau dari produsen. Tapi bagaimana jika kita telah dibentuk. Saya tidak tahu apakah suatu barang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan kita atau kebutuhan kita menjadi ada karena diciptakannya suatu barang. Awalnya mungkin barang diciptakan karena memang dibutuhkan masyarakat. Tapi pada masa sekarang ini saya tidak yakin.

Sebab, sejak kapan kulit coklat/hitam/gelap menjadi masalah bagi masyarakat negara tropis seperti Indonesia? Sejak diciptakannya kosmetik pemutih kulit. Sebelum ada kosmetik pemutih kulit, orang-orang tropis biasa saja dalam menyikapi kulitnya yang "tidak cerah". Sekarang mana sebab, mana akibat?

Konsumsi hari ini tak lepas dari citra. Seharusnya kita pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu yang telah kita rencanakan. Dalam apa yang saya lihat di lingkungan saya, orang-orang datang ke pusat perbelanjaan untuk tiba-tiba membeli barang yang dia lihat yang mencitrakan "barang bagus". Tujuan kita tidak lagi membeli, tetapi siapa tahu ada yang bisa dibeli. Mungkin itulah kenapa ada konsep minimarket, supermarket, swalayan, dan sebagainya dimana semua jenis barang yang tidak saling berhubungan disediakan dalam satu lokasi. Hal itu tidak membuat konsumen mendapatkan kemudahan untuk membeli barang apapun ditempat yang sama, hal itu menjadikan konsumen membeli barang yang seharusnya tidak dia beli.

Jangan terlalu serius menyikapi tulisan saya ini. Kita bergembira sedikit dengan curhat colongan.. hehe.. Beberapa orang yang kenal saya mungkin tahu saya paling malas masuk ke minimarket (terutama yang sudah skala besar seperti Indomaret dan Alfamart, karena saya masih merasa biasa saja masuk ke minimarket kecil yang dikelola pengusaha lokal walaupun sebenarnya tidak ada bedanya kecuali masalah skala usaha), atau pusat-pusat perbelanjaan seperti mall-mall, restoran-restoran "branded" seperti McD, KFC, atau distro-distro masa kini yang semakin hari semakin menyerupai butik.

Teman-teman saya ini selalu menganggap saya terlalu serius dalam menanggapi kapitalisme.. haha.. Tidak begitu kawan-kawan. Pemahaman saya bahkan masih lemah dalam hal kapitalisme atau ekonomi secara luas, bagaimana mungkin saya hendak mematahkannya :D Saya hanya tidak nyaman saja masuk tempat-tempat itu karena apa yang saya lihat adalah mayat-mayat hidup yang datang ke tempat-tempat itu untuk suatu alasan yang saya sebutkan sebelumnya. Saya juga masih bagian dari mereka dan sangat ingin lepas. Lagipula, sederhananya, saya membahayakan diri saja untuk berada di sana dengan kondisi keuangan saya yang tidak berlebih.. haha.. bisa-bisa hasil kerja keras saya dalam 30 hari menjadi sia-sia dalam sekejap

Apa yang ingin saya bicarakan/tanyakan sebenarnya adalah lebih dahulu mana, ayam atau telur?

Apakah suatu barang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan atau apakah kebutuhan menjadi ada karena diciptakannya suatu barang?

(ditambahin) sebenernya kita sudah tahu jawabannya.. :D

7 komentar:

  1. ho ho...
    ERK menurut saya jenius dalam bermain kata, lirik-liriknya selalu dalam, tajam dan bermakna... sinis, namun sesekali romantis juga :P

    e saya juga suka membeli barang2 yang sebenarnya ndak perlu, tapi saya tidak bisa menolong diri saya sendiri XD

    beberapa waktu lalu saya habiskan beratus-ratus ribu rupiyah demi CD ori Dream Theater, brur...

    BalasHapus
  2. lah bukannya udah kamu jawab sendiri pas kamu ngomong soal kosmetik pemutih bos? hehe
    lalu jangan dilupakan pula peran iklan komersial yang membuat barang2 nggak penting itu menjadi 'penting'dan akhirnya bikin kamu pengen beli.

    sebenernya pengen nanggepin, tapi ternyata bisa panjang banget dan malah jadi postingan tersendiri hehe..jadi saya tahan aja sampe disini.

    btw, tulisan yang bagus.

    BalasHapus
  3. ah, saya malah suka konsumerisme. saya malah sedang berencana memanfaatkan pola hidup masyarakat yang seperti itu. kalo mereka tidak butuh, saya kesankan saja supaya mereka merasa betul-betul membutuhkan produk saya, nyahahaha

    BalasHapus
  4. @ Anakin : berarti sama, saya juga masih susah kontrol

    @ Ringo : gapapa Go, tanggepin aja.. sharing lah.. hehe

    @ satch : hehehe.. sudut pandang produsen :D

    BalasHapus
  5. hm, tiap kali membahas tentang budaya konsumerisme, entah kenapa ingatan saya selalu teringat lirik lagu Pearl jam, "I don't question our existence, i just question our modern need..."

    BalasHapus
  6. Saya engga ngikutin Pearl Jam mas Don hehe.. tapi saya sering denger emang mereka kritis juga ya.

    BalasHapus
  7. kalo dari sudut pandang penjual.... orang yang suka belanja itu bagus looh... :D

    BalasHapus