Jumat, 02 Desember 2011

Playlist Akhir Pekan #2

Sepertinya Playlist Akhir Pekan akan jadi kategori tetap di blog ini seperti Random Thoughts. Jadi setiap beberapa waktu tertentu saya bakal posting lagu-lagu yang pada akhir-akhir itu saya dengarkan, atau hanya saya pikirkan, atau mungkin saya nyanyikan. Dan belakangan ini adalah :

Mayoshi Yamazaki - One More Time, One More Chance


Ini lagu penutup dari film 5 Cm Per Second. Lagu bagus yang saya harap engga bakal pernah saya nyanyikan lagi.


Powerslaves - Semarang


Rasanya ini lagu yang tepat untuk menyambut diri saya sendiri yang kembali ke kota ini.


Dropkick Murphys - Worker's Song


We're the first ones to starve, we're the first ones to die
The first ones in line for that pie-in-the-sky
And we're always the last when the cream is shared out
For the worker is working when the fat cat's about

menyebalkan, ya kenyataannya emang gitu, tapi anak2 kita kelak harus kuliah sih, jadi terus bekerjalah untuk yang kita cintai.


Morrissey - Alma Matters


Saya suka sekali baris pertamanya "So : the choice I have made May seem strange to you But who asked you, anyway ?" Itu kasih saya semangat buat tetep melakukan apa yang saya yakini.


Hoobastank - The Reason


Yang aneh adalah ketika saya mikirin lagu ini dikamar kos (tumpangan), tiba2 dari kamar sebelah sayup-sayup terdengar seseorang nyetel lagu ini. Kayak di film aja.


Dewa 19 - Kangen


Kasusnya sama persis sama Hoobastank. Saya rasa emang udah disiapin sama semesta. Ini lagu waktu jaman Dewa 19 masih masuk akal.


Embrace - Gravity


Soundtrack juga sih kalo ini.

Sabtu, 05 November 2011

Review Komik : Si Gundul

Si Gundul bercerita tentang seorang bocah yang tidak memiliki rambut (sumpah ini deskripsi dari yang bikin). Karakternya digambarkan masih SMA. Agak aneh sebenernya, padahal kita semua tau kalau anak SMA itu menyebalkan dan punya selera buruk dalam segala hal. Bedanya dengan anak SMA lain, Si Gundul engga ngabisin waktunya buat hal-hal engga berguna semacam ikut Pramuka atau dengerin LMFAO sambil belajar shuffle dance-nya. Si Gundul jelas selangkah lebih keren karena lebih suka nongkrong bareng professor dan aktif dalam berbagai kegiatan. Dia bahkan berhasil masuk dalam timnas sepakbola dan bertanding melawan timnas Jepang di Piala Dunia.


Sebagaimana halnya anak seumurannya, Si Gundul sudah mulai menghadapi banyak problematika dan dinamika kehidupan yang sering engga masuk akal. Tetapi semua masalah itu jadi biasa aja karena Si Gundul selalu punya solusi yang jauh lebih engga masuk akal. Walaupun jatuhnya jadi lucu, saya rasa dia engga pernah bermaksud seperti itu. Si Gundul selalu serius dalam mengatasi masalahnya. Dia cuma lakukan apa yang menurut dia seharusnya dilakukan. Misalnya saat dia butuh inspirasi, atau saat dia merasa harus membantu pacar tercintanya ini :

Jenius!

Oh iya, Si Gundul punya pacar seorang cewe cakep bernama Helen. Jangan kaget kenapa dia bisa dapet cewe. Seperti kata dia, kadang beberapa orang emang lebih tertarik pada lawan jenis yang berperilaku sedikit menyimpang. Entah emang jodoh atau kesintingan itu menular, orang-orang di sekitar Si Gundul sama gilanya, termasuk Helen. Ini kenapa saya bilang bahwa Si Gundul "engga sepenuhnya bersalah". Biasanya justru dia yang harus ketemu lingkungan yang lebih sableng. Selain Helen, kadang muncul bintang tamu - bintang tamu seperti Profesor, seorang ilmuwan sinting yang petualangannya bersama Si Gundul bisa dinikmati dalam seri Memburu Jejak U.F.O, atau karakter-karakter dari komik lain, bahkan pernah muncul Ayu Ting Ting dan Limbad! Bener-bener cukup absurd buat bikin kita ketawa ngakak sepanjang hari.

Si Gundul hadir dalam format komik strip di mana rata-rata ceritanya habis dalam satu halaman. Ini efektif karena engga bikin pembaca bosan dengan cerita yang bertele-tele. Orang yang bukan maniak komik pun lebih nyaman baca yang formatnya kayak gini. Jadi, Si Gundul lebih bisa diterima semua orang. Dari segi gambar, Si Gundul punya ciri khas sendiri sesuai karakter gambar pembuatnya. Komik ini engga repot-repot niru gaya komik lain, termasuk gaya jepang2an yang cukup banyak diadopsi komikus lokal.

Si Gundul bukan komik yang pretensius. Lawakannya begitu jujur tanpa berusaha keliatan pintar dan/atau kritis. Saking jujurnya, Si Gundul banyak menampilkan guyonan-guyonan jayus, humor engga penting dan dagelan kuno yang sebenernya kita udah pernah tau. Lelucon model begitu kan ada 2 jenisnya, yang satu adalah yang ditanggepin orang dengan "apaan sih?" sambil berlalu pergi, dan yang satunya itu yang ditanggepin orang dengan "apaan sih?" sambil ketawa. Si Gundul termasuk yang kedua.

"apaan sih?"

Asli, jangan tertipu sama review saya yang serius dan terkesan kaku ini. Saya emang engga bisa ngelucu. Kalau review ini engga cukup buat bikin kalian penasaran, emang udah seharusnya kalian berhenti baca review ini dan langsung kunjungi halaman facebook-nya di http://www.facebook.com/heyndul.

Nah, kalau kalian rasa link-link yang udah saya kasih di atas terlalu banyak memberi spoiler, jangan kuatir. Masih banyak cerita lainnya tuh. Lagipula, Si Gundul kan baru edisi 3. Dengan kreativitas dan produktivitas kreatornya yang tinggi, Si Gundul akan rajin keluar. Bahkan gosipnya mau dijadiin buku, kita tunggu aja beritanya.

Jadi, kalau bos kalian mulai terasa menyebalkan atau pacar kalian mulai lebih terasa sebagai gangguan yang bikin stress, Si Gundul akan menyelamatkan hari kalian.

Download :
Si Gundul Part 1
Si Gundul Part 2 - Memburu Jejak U.F.O
Si Gundul Part 3
Si Gundul Edisi Bandar Pelangi
Si Gundul Edisi Eceran (Download per halaman sendiri yaaa)

Pages :
Facebook Page
Blog yang bikin Si Gundul

Sabtu, 22 Oktober 2011

Playlist Akhir Pekan

Akhir pekan itu jelas tentang sepakbola. Tapi kenapa di playlist ini engga ada lagu tentang bola? Saya juga heran sebenernya.

Placebo - Kings of Medicine


Saya baru2 aja sih tau lagu ini (kasian ya?) dari twit seseorang, ternyata asik juga. Lebih seringnya sih saya suka lagu dari liriknya, terutama yang bisa dipas2in sama situasi yang saya alami. Nah, lagu ini liriknya bagus sih, cuman kayaknya jauh dari saya, gimanapun lagunya emang sip banget.


Beady Eye - The Beat Goes On


Tau lagu ini dari One Stop Football. Ini band barunya Liam Galagher, dan yang saya liat itu pas lagu ini dibawain di acara peluncuran jersey Manchester City musim 2011/2012. Saya bukan fan City sih tapinya.


Againts Me! - Ache With Me


Ini buat yang lagi sibuk bikin skripsi deh.


Mad Caddies - State of Mind


Saya suka lagu2 begini, engga perlu dibawain dengan menye-menye amat buat nyeritain situasi berbingung-bingung atau bersedih-sedih. Ini buat saya aja.


Sheila on 7 - Tunggu Aku di Jakarta


Saya juga engga tau kenapa masukin lagu ini. Yang jelas So7 itu salah satu band arus utama Indonesia yang engga nyebelin. Sayang, video ini kacau nih. Suaranya mendem, engga nemu yang oke.


Poultrygeist Soundtrack - Slow Fast Food Love


Ini bonus. Lagu bodoh dari film bodoh, film bodoh yang sangat menyenangkan. Kalian harus nonton film ini. Oh ini malem minggu, kan? Film yang tepat buat nungguin Liverpool vs Norwich entar malem.

Minggu, 09 Oktober 2011

Review Film : Red State (2011)


Warning : It may contain spoilers !

Selama ini Kevin Smith dikenal sebagai sutradara spesialis film komedi. Mulai dari film-film yang masuk di View Askewniverse termasuk di dalamnya Clerks, Mallrats, Chasing Amy, Dogma, Jay and Bob Strikes Back, dan Clerks II, serta film di luar itu termasuk Jersey Girl dan Zack and Miri Make Porno. Dengan rekam jejak seperti itu, para penggemar dibuat kaget saat dia ngumumin bahwa karya selanjutnya setelah Cop Out adalah sebuah film horror. Film yang mengambil latar belakang agama dan politik ini hasilnya memang benar-benar beda dari film-film dia sebelumnya. Sayang penggarapan yang telalu ambisius dalam membuat film ini engga punya hasil yang maksimal.

Tersebutlah 3 anak SMA bernama Travis, Jarod dan Billy-Ray. Sama seperti anak-anak seumuran mereka lainnya, ketiganya sedang dalam fase dimana hanya ada dua hal dalam pikiran mereka, yaitu : seks dan hal lainnya. Maka ketika di jejaring sosialnya datang sebuah undangan pesta seks dari seseorang di Coopersdell yang letaknya “di situ doang”, datang dan memastikannya adalah langkah yang paling tepat bagi mereka. Meskipun undangan itu berasal dari wanita yang usianya hampir sama dengan ibu mereka. Satu hal yang ada dalam otak mereka adalah “I’m gonna fuck tonight”

Dengan wagon biru pinjaman dari ayah Travis, ketiga pemuda horny ini pun berkendara ke Coopersdell. Entah gara-gara hilang konsentrasi karena engga sabar buat memanjakan kelaminnya atau gara-gara meleng karena nyetir sambil sibuk ngebir plus bercanda, Travis sempet nyerempet sebuah mobil yang sedang parkir di pinggir jalan. Sempat berhenti untuk mengecek, mereka memilih lari setelah tahu di dalam mobil itu ada orangnya. Siapa juga yang peduli pada mobil yang penyok saat ternyata mereka bisa sampai tujuan? Nyonya rumah yang menurut mereka ternyata masih mendingan ini pun menyambut dengan berbotol-botol bir, katanya sih sebagai semacam stimulan. Selesai dengan birnya, ternyata bukan ibu-ibu telanjang dan kenikmatan seks yang mereka dapatkan.


Jarod terbangun dari pingsannya dan menyadari bahwa dia dan teman-temannya telah dijebak. Ibu-ibu itu ternyata anggota sebuah kelompok fundamentalist, jemaat gereja Five Points. Gereja ini dipimpin oleh Abin Cooper, seorang pastor tua yang selalu menyampaikan khotbah-khotbah yang berisi kebencian pada orang-orang yang dianggap menentang agama, semacam Habib Rizieq kalau di Indonesia. Dan sama seperti FPI, para jemaat Five Points ini pun merasa sebagai wakil Tuhan di dunia, sudah tugas mereka untuk menghukum para pelaku maksiat. Beda dengan FPI yang keliatannya grusa-grusu dan haus sorotan kamera, kelompok ini lebih sistematis dan rahasia. Mereka mendapat korbannya dengan memasang jebakan di dunia maya dan mengeksekusinya di gereja mereka sendiri. Kesamaannya, kelompok-kelompok seperti ini engga pernah melakukan apapun kecuali teror, dan itulah yang harus dihadapi Jarod dan kawan-kawannya.

Red State mengawali kisahnya dengan sangat baik. Pengenalan karakter yang singkat dan engga bertele-tele, bikin kita engga perlu menguap berkali-kali sepanjang 20 menit pertama seperti biasanya kita nonton film. Segera, kita dibawa masuk ke dalam teror yang disebarkan Abin Cooper dan para jemaat Five Points Church. Khotbah Abin Cooper soal kemaksiatan harus dilawan sangat efektif untuk ditampilkan di layar, betapapun lamanya bagian itu menyita durasi film. Khotbahnya bisa mengganggu siapapun penontonnya (yang setuju/engga, yang simpatik/benci) untuk alasan-alasan yang berbeda. Begitu pula saat mereka mengeksekusi seorang pendosa sambil menyanyikan lagu-lagu rohani dengan wajah yang tersenyum damai. Sekali lagi, kata yang tepat adalah menganggu. Sampai di sini, walau masih ada pada level rendah, intensitas ketegangan sudah mulai terbangun. Maka, dalam pikiran saya adegan-adegan selanjutnya adalah ketegangan-ketegangan total yang digarap dalam formula slasher pada umumnya.

Namun anehnya, tepat pada saat ketegangan baru di mulai dan teror yang lebih horor baru akan datang, Red State justru mendadak berubah jadi sebuah film action! Bukannya membiarkannya ketiga remaja ini kejar-kejaran dengan jemaat Five Points dan saling membunuh pada akhirnya, Kevin Smith justru memutuskan melawan para fundamentalis ini “lewat jalur hukum” dengan mendatangkan polisi! (lebih tepatnya ATF Agents). Ya Tuhan! Kemudian kita hanya diberi drama baku tembak yang membawa Red State menuju bagian ketiga, sebuah ending yang hancur lebur. Sebuah komedi yang sangat menggelikan, dalam arti negatif.

Emang sih, sejak awal Kevin Smith engga pernah bener-bener menjanjikan sebuah film horror. Dia bilang akan membuat sebuah film horror, “yaaa kalo itu dianggap termasuk film horror sih”. Saat itu sebenernya saya sudah menyiapkan diri buat engga memiliki ekspektasi apa-apa soal film ini, tapi ternyata tetep aja hasilnya mengagetkan. Oke, Red State mungkin emang bukan horror pada umumnya. Tetapi letak perdebatannya bukan pada hal itu. Engga pernah ada yang benar-benar peduli ini film termasuk horror atau bukan. Yang jadi masalah adalah perubahan genre antar sub plot yang dipaksakan di film ini.


Atmosfer horor yang udah dibangun di bagian pertama film ini saya rasa cukup potensial untuk dilanjutkan. Kenapa tiba-tiba berubah jadi film action? Seandainya Red State sejak awal diniatkan sebagai hybrid, katakanlah horror action atau horror comedy, mungkin malah engga akan jadi masalah ketimbang mengubah genre secara mendadak ditengah film seperti ini. Sebetulnya pun, model switch genre seperti ini engga masalah kalau eksekusinya bagus. Robert Rodriguez pernah melakukannya di From Dusk Till Dawn, di mana bagian pertama bergenre action dan berubah jadi horror di bagian kedua. Masalahnya Kevin Smith gagal melakukannya di Red State.

Saya masih saja bingung dengan keputusan ubah genre itu. Ada dua asumsi : Pertama, Kevin Smith sedang mencoba berinovasi dan memilih lepas dari gaya penceritaan dan plot film horror pada umumnya. Hasilnya adalah sebuah bukti bahwa engga selalu inovasi dan perubahan itu menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Kedua, Kevin Smith kebingungan waktu menulis Red State. Engga terbiasa dengan gaya film horror yang straight forward dan minim eksplanasi, film ini jadi kebawa gayanya yang selalu ingin bercerita dan bertutur banyak hal. Hasilnya adalah sebuah bukti bahwa melakukan perubahan gaya dan ciri khas itu bukan sesuatu yang mudah, seengganya buat Kevin Smith.

Saya sih cenderung menganggap mungkin berdasar asumsi pertama. Soalnya, keliatan di sini bahwa Kevin Smith terlalu ambisius menyampaikan suaranya. Dia engga mau berhenti pada sindirannya buat para ekstrimis relijius. Sekalian aja dia kasih satir politik tentang aparat pemerintah yang di sini diwakili ATF Agents. Hal ini yang bikin Red State jadi kehilangan fokus.

Karena sebenarnya, dengan kebiasaan bertutur yang mumpuni dalam penulisannya, jika ketiga bagian film ini dianggap berdiri sendiri, sebetulnya masing-masing bagian bukan merupakan sesuatu yang buruk. Masing-masing punya cerita yang kuat dengan dialog-dialog mengesankan khas Kevin Smith. Ini seperti menonton 3 film berurutan. Tetapi sekali lagi dengan catatan jika ketiganya dianggap sebagai bagian-bagian yang berdiri sendiri. Kenyataannya ketiganya adalah bagian-bagian sebuah film dalam satu rangkaian cerita. Maka yang terpampang adalah sebuah kekacauan.

Mengesampingkan cerita yang berantakan tersebut, Red State masih punya poin-poin positif. Pertama adalah penampilan mengesankan dari seluruh pemeran. Terutama Michael Parks sebagai Pastor Abin Cooper yang dengan khotbah-khotbah kebenciannya dan operasi lapangannya sukses bikin pendukungnya setuju dan pembencinya geram setengah mati. Poin positif kedua adalah Red State bisa dibilang berhasil secara visual. Tata kamera dan editing yang memuka patut menuai pujian. Cek aja adegan kejar-kejaran di tangga yang keren itu. Dari segi teknis gambar, mungkin ini film terbaik Kevin Smith sejauh ini.

Tetapi walaupun diakui istimewa, poin-poin positif tadi engga mampu menyelamatkan Red State secara keseluruhan. Untuk berusaha objektif, saya memandang film ini engga sebagai seorang fan Kevin Smith yang kecewa karena karya idolanya engga sesuai harapan. Saya mengapresiasi Red State sebagai seorang penikmat film yang yang gemar nonton film apa aja. Dan kenyataannya, film yang dulu berstatus film yang paling saya tunggu di 2011 ini akhirnya menjadi salah satu film yang paling engga menyenangkan.

Jumat, 30 September 2011

Ini Bikin SIM atau Latihan Sirkus ?

Di usia saya yang udah segini ini, saya baru dapet SIM, baru bikin beberapa saat yang lalu. Saya bikin SIM engga lewat jalur resmi, tapi nembak lewat calo. Bangga? Sama sekali engga tuh. Saya jengkel. Saya tau kalo semua orang juga udah tau praktek sesat itu merupakan rahasia umum, tapi ketika saya udah mengalami sendiri gimana rasanya dipermainkan polisi, kejengkelan saya makin berlipat. Masalahnya saya engga bisa apa-apa kecuali ngomel-ngomel lewat tulisan ini.

Jadi ceritanya beberapa waktu yang lalu saya mau bikin SIM C di Polres. Setelah tanya sana-sini, terutama para polisi kenalan orang yang saya kenal, semua memberi jawaban yang sama : “Dateng sendiri aja, ikut tes, cepet dan murah kok”. Kata mereka sekarang udah engga ada praktek percaloan dalam praktek pembuatan SIM. Saya sebenernya engga percaya, tapi waktu itu saya (entah kenapa) percaya aja. Saya pikir kalo itu emang bener berarti baik lha, mengingat beberapa tahun yang lalu praktek bikin SIM lewat calo itu bisa dibilang terang-terangan. Ya udah kan, saya dengan semangat 69 dateng ke Polres buat bikin SIM. Turun dari motor itu udah langsung disambut papan gede bertuliskan “ Pemohon wajib datang sendiri, dilarang melalui calo”. Ok, mungkin emang ini artinya Kepolisian serius untuk menjadi bersih. Sayang, nantinya semua itu cuma berhasil bikin saya kecewa berat.

Prosedur pembuatan SIM yang bener itu melalui beberapa tahap, ada tes kesehatan, tes teori, tes praktek dan pemotretan, setelah itu baru dapet SIM. Singkat kata, saya lolos di dua tes awal, kesehatan dan teori. Di sini mulai ada yang janggal nih, seorang peserta wanita yang lolos tes ini engga ngelanjutin ke tes praktek bareng kami-kami yang juga lolos. Engga perlu jadi detektif buat tahu kalo dia langsung ke ruang pemotretan. Masa dia pulang? Lagipula waktu masuk ke ruang tes teori dia ditemani salah satu polwan yang kemungkinan besar kerabatnya/kenalannya. Ah, tapi biarin aja, kita belum bener-bener punya bukti.

Lanjut ke tes praktek, saya gagal di sini. Kejanggalan lain terpikir, masa dari sekitar 20 orang yang ikut tes praktek cuma satu yang berhasil. Mereka yang gagal diminta untuk mengulang ujian praktek satu minggu kemudian. Di sini saya mau bicara fakta. Pada saat praktek pertama kali, saya sempet kenalan dengan mas-mas yang juga ikut ujian praktek di sesi yang sama. Sebut saja namanya Mas Boy. Tenang aja, kita engga tuker2an nomor hape kok. Mas Boy ini udah 2x ikut ujian praktek dan selalu gagal, artinya minggu depan adalah usahanya yang ketiga kalinya. Nah, minggu depannya saya ketemu lagi sama Mas Boy. Trus saya sapa, kan :

Saya : “Eh, Mas Boy. Gimana, berhasil?.”
Mas Boy : “Saya engga ikut ujian, kamu juga engga usah, langsung ngomong aja ke petugas ujian itu.”
Saya : “Maksudnya?”
Mas Boy : “ Bilang aja udah ikut ujian praktek berkali-kali tapi gagal, bilang minta kebijaksanaan gitu.”
Saya : “Trus”
Mas Boy : “Ya, ntar kan dikasih pengarahan, paling suruh bayar 250 ribu.”
Saya : “Gitu ya, Mas? Wah tengkyu infonya, Mas.”

Ah, sialan! Pantesan engga ada calo, lha calonya oknum-oknum polisi itu sendiri. Saya sih pengen langsung menjalankan sarannya Mas Boy, tapi saya engga bawa duit segitu. Jadi saya pulang aja sambil tahan emosi. Di rumah saya cerita ke bapak saya, lantas beliau menghubungi polisi-polisi kenalan dari orang-orang yang beliau kenal. Setelah dicurhatin panjang lebar, akhirnya kebanyakan dari mereka mau untuk bantuin bikin SIM. Yang lebih bikin kaget adalah semua pasang tarif sama persis, 250 ribu! Masa iya, kita udah tau kaya gini engga bisa menyimpulkan kalau ada yang aneh?

biasa disebut “koordinasi”

Beberapa hari terlewat saat saya bawa lebih banyak uang cuma buat bikin selembar kartu yang engga bener-bener ada gunanya itu. Beberapa oknum polisi yang menjanjikan bantuan ternyata engga ada di tempat saat itu. Setelah beberapa saat kembali bingung dan melepas beberapa pertanyaan lain, ada info bahwa di sekitar kawasan Polres ada warga sipil yang bersedia memberi bantuan mengurus pembuatan SIM. Pemohon seperti saya cuma perlu kasih fotokopi KTP plus sedikit uang lelah, silakan tunggu giliran pemotretan. Saya yang sudah males sama ujian praktek omong kosong itu akhirnya menggunakan jalur sangat tidak resmi ini. Biaya yang harus saya keluarkan Rp 400.000,- !!! Cih. Maaf nih kalo berprasangka, tapi saya berhak curiga bahwa itu 100 ribu buat biaya SIM, 150 ribu buat oknum polisi, 150 ribu buat calo. Oh, atau 100 ribu buat biaya SIM, dan 300 ribu buat dana kemanusiaan?

Ok, jadi praktek percaloan itu masih ada. Lantas, kalau saya kecewa dan tidak setuju dengan itu kenapa saya tetep bikin SIM lewat calo? Harusnya lewat jalur resmi dong? Eh, saya sih pengennya juga gitu. Tapi kawan, engga segampang itu.

Ada yang pernah ikut ujian SIM? Saya tanya dulu soalnya banyak temen yang udah saya tanya, dan mereka selalu jawab belum, karena dapet SIM-nya nembak. Ya, paling engga semua orang tau lah cara ujiannya itu kan? Tapi engga semua orang ngerasain langsung, dan saya merasa wajib kasih cerita tentang ujian itu menurut versi saya. Ujian teorinya mah kita lewatin aja ya. Pertama karena itu cuma soal-soal seberapa paham kita akan peraturan-peraturan lalu lintas, kedua karena ujian teori itu masih masuk akal. Ujian praktek itu yang aneh.

Saya tulis ini berdasarkan pengalaman pribadi saya. Saya engga tau gimana ujian praktek di tempat lain, tapi berhubung ini acaranya kepolisian, harusnya sih di mana aja sama aja, kan standard. Jadi ujian prakteknya itu kita harus berhasil melewati balok-balok kayu yang disusun zig-zag dengan lebar hanya sekitar 75 cm tanpa terjatuh. Sekilas mudah memang, tapi setelah mencoba saya rasa itu adalah ujian yang engga bener.

Buat saya (dan kebanyakan pemohon lain, saya yakin bisa sampai 90 % pemohon), ujian prakteknya susah banget! Polisi pasti akan bilang kalau ujian itu udah sesuai standard, dan bisa untuk menilai kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi sebenarnya di jalanan.

Hah? Yang bener aja, Pak? Sekarang gini deh, saya mau kasih dua pendapat. Pertama, yang namanya ujian itu harus sesuai dengan kemampuan pesertanya, paling engga tuh engga terlalu jauh dari kemampuan peserta. Sedangkan yang kita lihat pada ujian praktek pembuatan SIM engga seperti itu, kalo emang itu sesuai standar yang ditetapkan, kenapa jauh lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil? Artinya, apakah sebenernya mayoritas pengendara motor di Indonesia itu engga layak dapet SIM? Tapi kenapa rata-rata pemohon akhirnya tetep datep SIM? Apa karena mereka ngulang ujian berkali-kali sampai berhasil? Saya kok engga percaya. Lepas dari itu, ujiannya aneh kan? Dalam uji kemampuan kalo ada sedikit orang yang gagal, berarti emang orang itu engga punya kemampuan. Sedangkan kalo di ujian lebih banyak orang yang gagal, berarti ada yang salah dengan ujiannya. Jadi, standar dari mana ?

Lagipula, yang kedua, ujian prakteknya menurut saya sih engga bisa jadi acuan buat menunjukkan kemampuan pengendara dalam menghadapi situasi sebenernya di jalanan. Bisa belok zig-zag di celah sempit gitu engga menggambarkan apapun. Selama belasan tahun naik motor di jalan saya nyaris engga pernah tuh ketemu situasi yang bikin saya sampai harus zig-zag kaya gitu, bisa diitung pake jari-jari sebelah tangan doang lah berapa kalinya. Engga bisa dipungkiri kalo teknik berkendara emang berpengaruh buat keselamatan di jalan. Tapi engga sampai yang begitu-begitu amat juga ah tekniknya.

Teknik standar rasanya sih udah cukup ya. Dan ngomongin soal keselamatan di jalan, sebetulnya ada yang lebih sering bikin bahaya para pengguna jalan, yaitu dari sisi perilaku berkendara.Pengendara yang punya teknik mumpuni tapi engga ikut peraturan dan/atau ugal-ugalan itu yang lebih bikin bahaya pengguna jalan yang lain, kan? Kecelakaan di jalan yang utama kan disebabkan perilaku yang engga bener, setelah itu karena hal-hal yang diluar kuasa, baru yang terakhir karena teknik berkendara yang baik. Okelah, memang persoalan perilaku ini agak susah ngetesnya, jadi mungkin karena itu engga dimasukin ke tahapan ujian pembuatan SIM. Trus kalo gitu ya itu tadi, jangan ujian prakteknya jadi lebay lah. Kita ini bikin SIM atau latihan sirkus? Kenapa engga sekalian aja suruh ngelompatin lingkaran api?

abis ini ke ruang pemotretan

Mungkin akan ada yang bilang kalo ada yang berhasil berarti bukan berarti ujian itu engga bisa diterapkan. Iya sih emang, itu polisi yang kasih contoh juga bisa, tapi kan dia emang tiap hari begituan, wajar. Trus beberapa pemohon bisa? Iya, tapi mayoritas kan engga bisa. Kalo ada satu yang bisa bukan berarti semuanya bisa kan? Kami2 yang lain sih juga lama-lama bisa kalo latihan terus, toh polisi juga kasih waktu seminggu buat ngulang ujian. Tapi, hey! Emangnya para pemohon SIM itu pengangguran semua apa? Beberapa dari kami adalah pegawai kantoran yang susah minta ijin bos, beberapa dari kami punya usaha sendiri yang kalo satu hari tutup berarti hari itu kami engga dapet penghasilan, beberapa lainnya siswa yang sekolah 6 hari seminggu, atau ibu rumah tangga yang juga sibuk berorganisasi, atau artis sinetron yang sibuk syuting stripping. Dan polisi kasih waktu buat ngulang ujian praktek SIM? Pak polisi, waktu luang kami engga sebanyak itu buat latihan begituan. Kami akan datang mengulang ujian praktek minggu depan cuma untuk gagal lagi.

Itu artinya, kalo saya, memaksakan diri bikin SIM lewat jalur resmi, bisa2 saya baru dapet SIM setelah melewati ujian praktek yang kesekian puluh kali. Maka berapa waktu yang saya sia-siakan dan biaya yang saya habiskan? Bandingkan dengan lewat calo yang hanya membutuhkan waktu setengah jam tanpa perlu repot-repot ujian. Saya sih pengennya lewat jalur resmi. Tapi saya terpaksa bikin SIM dengan cara nembak. Atau dipaksa?

Sebagai syarat untuk mendapatkan SIM, seolah rangkaian ujian yang harus kita jalani itu masuk akal. Tujuannya biar mereka yang ngedapetin SIM adalah orang-orang pilihan yang memang mampu berkendara dan memahami dan menerapkan atauran-aturan lalu lintas. Apa bener begitu? Semoga aja sih bener, tapi buat orang seperti saya yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk berprasangka buruk, prosedur pembuatan SIM lebih keliatan seperti sebuah jebakan. Uji kesehatan dan uji teori mungkin bisa saya terima walaupun uji kesehatan juga sebetulnya mencurigakan karena rasanya itu sih cuma formalitas. Uji teori jelas buat mengetahui sejauh mana pemahaman pengendara soal rambu dan peraturan lalu lintas. Nah, ujian prakteknya nih, ampun deh.

Saya yakin polisi pasti lebih tau soal segala macam yang udah saya bahas di atas. Bahwa ujian prakteknya aneh, bahwa perilaku lebih berperan di jalan raya, dan sebagainya, dll. Bahkan saya yakin bahwa masih ada praktek2 sesat dalam pembuatan SIM. Tetapi kenapa polisi diam dan bersikeras kalo prosedur sudah sesuai standar dan selalu ngomong ke kita suruh bikin SIM lewat jalur resmi? Sebagai masyarakat yang membiayai hidup mereka, boleh dong kita bertanya-tanya pada kepolisian, apa ini emang disengaja? Soalnya selama ujian prakteknya masih seperti itu, pasti akan selalu ada praktek percaloan.

Sejujurnya saya emang kecewa sekali harus bayar lebih mahal untuk dapet SIM dengan cara nembak, tetapi saya jauh lebih kecewa karena saya merasa dibohongi. Katanya suruh lewat jalur resmi tapi ternyata kepolisian memang belum sebersih yang digemborkan selama ini. Ok, soal kecurigaan2 yang saya lontarkan mungkin salah, hanya Tuhan dan pihak polisi yang tau kenyataannya. Masyarakat cuma bisa bertanya-tanya. Yang jelas kepolisian engga memuaskan. Engga usah jauh2 soal kemampuan nangkep koruptor atau teroris deh, soal pembuatan SIM aja mengecewakan. Kalo begini terus sih masyarakat akan memberi nilai buat kinerja kepolisian engga lebih banyak dari jumlah gol yang diciptakan Iker Casillas buat timnas Spanyol.

Buang-buang waktu engga sih ngomel engga jelas begini? Saya tau semua orang juga udah tau apa yang saya omongin sebelum baca ini. Semua orang tau ini rahasia umum. Saya tau tulisan ini engga berefek apa-apa juga.


mending nyanyi aja


Note :
Video diatas adalah rekaman Morgue Vanguard a.k.a Ucok Homicide yang jammin' sama Public Enemy di Java Soulnation kemarin. Ucok yang ngerap diiringi Flavor Flav yang ngedrum, masukkin chorus Fuck The Police-nya Thurz hahaha.. terharu nih liat legenda ketemu legenda.

Dan sebagai bonus karena udah baca postingan ini sampai selesai, silahkan download mixtape "Fuck The Police" dari Morgue Vanguard di link berikut ini :

http://gutterspit.com/2011/09/09/fuck-the-police-mixtape/

Minggu, 11 September 2011

Video - Video Penggoda

Beberapa hari belakangan saya cukup banyak menonton video2 keren, termasuk beberapa music video, cuplikan pertandingan sepakbola, film pendek, maupun film panjang. Dari beberapa di antaranya, ada dua video yang bener2 bikin menganggu pikiran saya. Keduanya sama2 teaser buat sebuah karya yang belum dirilis. Dan sebagai teaser, dua video ini sangat berhasil membuat saya penasaran dan engga sabar untuk menikmati versi lengkapnya.

1. The Raid Official Trailer



The Raid adalah film panjang ketiga Gareth Evans, seorang sutradara asal Inggris, atau film keduanya yang diproduksi di Indonesia setelah Merantau. Film yang di Indonesia punya judul Serbuan Maut ini, saat ini sedang berkeliling di festival-festival film internasional sebelum dirilis resmi di Indonesia. Saat ini para kru The Raid sedang menikmati banyak pujian setelah filmnya diputar di Toronto International Film Festival.

Saya sendiri sih dulu kecewa sama Merantau, yaa mungkin ekspektasi yang ketinggian aja pas sebelum nonton. Tapi trailer The Raid ini emang bener2 mantap dan menjanjikan tontonan yang sangat mengasyikkan. Sepertinya ini akan jadi film laga paling keren di Indonesia sejak Sisworo Gautama Putra bikin Jaka Sembung 1981 dulu. Kita belum tahu memang, tapi pantas ditunggu.

Eh, temen2 yang seumuran sama saya mungkin agak engga asing sama musik latarnya? Tahun 2000 - 2004an musik2 begini sering kedengeran di radio hehe... Iya, saya baru tau nih kalo Mike Shinoda dari Linkin Park yang ngisi musik latar buat film ini.



2. The Ataris - Pre-Production


Ini adalah video 50 detik yang diupload The Ataris di akun vimeo mereka, di mana Kris Roe dan Bob Hoag sedang mengerjakan sepotong "bridge" pada sebuah lagu baru untuk album terbaru mereka The Graveyard of The Atlantic. Pada obrolan lingkar dalam para penggemar, video singkat ini cukup membuat heboh karena sedikit banyak kasih bocoran akan seperti apa album baru nantinya.

Para penggemar puritan tentu akan kecewa karena sepertinya The Ataris jelas engga akan kembali ke era-era awal saat mereka masih membawakan pop punk yang upbeat dan straightforward. Dari cuplikan video ini sih album baru akan lebih mendekati Welcome The Night yang fenomenal itu. Kalo kata temen saya yang ngerti musik sih, rekaman ini kedengeran seperti This Will Destroy You, Mogwai, dan Explosion in the Sky. Buat fan dengan kuping moderat seperti saya, ini bukan suatu masalah. Video ini malah bikin saya semakin engga sabar denger album baru mereka.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Festival

Festival sudah dimulai. Jutaan peserta antusias mengikutinya dengan berbagai motif dan alasan. Pada umumnya adalah perasaan terharuskan, sebagian tulus menangkap momentum, sebagian lainnya mengikuti dalam keberpuraan. Mungkin saya termasuk golongan yang ketiga, tetapi seperti biasanya para pembohong, alasan selalu saja tersedia. Saya lebih suka disebut sedang ikut meramaikan. Ya, meramaikan saja, tanpa antusiasme, tanpa intensi tertentu. Saya peserta tidak resmi, sebab saya tidak terdaftar sebagai anggota. Seberapa keraspun saya beranggapan bahwa saya anggota, untuk saat ini tidak akan mungkin saya masih termasuk anggota. Mungkin orang lain akan menyarankan saya untuk berhenti. Sia-sia saja mengikuti sesuatu yang tidak dipercaya.

Oh, kalau soal festival ini, saya percaya betapa kerennya festival ini. Begitu pula berbagai acara lainnya. Hanya saja saya sedang meragukan kesahihan klaim dari pihak penyelenggara. Bukan hal yang mudah untuk percaya pada sesuatu yang bisa saja diceritakan oleh siapapun. Sebenarnya, saya bahkan sudah tidak mengikuti berbagai acara lain dalam kurang lebih 3 tahun terakhir. Selama 3 tahun terakhir pula saya masih mengikuti festival ini. Bedanya, saya masih senang hati menjalankannya - walaupun tanpa antusiasme. Mungkin orang akan menyarankan saya untuk berhenti. Sia-sia, katanya. Tetapi tidak seperti berbagai acara lainnya, sejarah keikutsertaan saya dalam festival ini lebih banyak memberi kesan. Ada sesuatu di sini yang membuatnya tidak mudah untuk begitu saja ditinggalkan setelah bertahun-tahun keikutsertaan sebagai peserta. Mungkin orang bilang sia-sia. Sejujurnya, saya pun masih terus bertanya.

Selasa, 12 Juli 2011

Random Thoughts #2

Entah kenapa, hal2 yang berkeliaran di pikiran saya belakangan selalu berhubungan dengan sepakbola, atau football, atau kata fukkin' yanks : soccer. Jadinya ya artikel Random Thoughts edisi kedua ini temanya sepakbola.

1. Djohar Arifin Who-sein itu siapa ya? Sebelum kongres kayanya masyarakat lebih kenal Agusman Effendi atau Erwin Aksa. eh, tau2 ini orang jadi Ketua Umum PSSI aja. Kita semua tau kalo pasangan ketua dan wakil yang baru menang karena dukungan kuat dari G-78, gerombolan yang notabene bahkan sampe H - 2 itu masih ngotot majuin pasangan AP - GT. Ngeliat kengototan mereka sampe berani nantangin FIFA kemaren rasanya kok engga salah kalo saya curiga sama pilihan baru mereka. Tapi buat apa sih kita berprasangka buruk? mari kita optimis aja sama pengurus baru, yang terpilih lewat prosedur yang bener. Biarkan mereka membuktikan bahwa mereka pantas terpilih. Toh sebenernya, rekam jejaknya di dunia olahraga ternyata engga main2. Buat pengurus baru selamat yaa, jangan lupa makan2nya.

2. Saya punya beberapa temen yang berusaha keren dengan cara "menjadi orang lain". Nyontek sih oke2 aja ya, tapi nyontek yang baik sih dari berbagai sumber, kalo mengkopi habis2an satu sumber cuma akan berakhir pada kegagalan. Contoh paling aktual udah jelas Timnas Argentina. Memaksakan diri jadi Barcelona cuma membawa mereka pada hasil imbang di dua laga pertama grup A Copa Amerika 2011, soalnya mereka bukan Barcelona. Mereka engga cuma gagal, tapi juga kelihatan sangat menyedihkan. Setelah dengan sedikit perubahan, buktinya mereka bisa menang besar di laga terakhir lawan Kosta Rika dan lolos ke babak selanjutnya. Jadi, masih mau jadi orang lain?

3. Saya lagi dalam situasi yang sama seperti Carlos Tevez nih. Kami engga punya masalah dengan pekerjaan atau tempat tinggal kami yang sekarang. Keren2 aja tuh, dan menyenangkan juga. Masalahnya, kami kesepian. Tevez pengen pindah dari Manchester City biar deket sama keluarganya yang engga betah di kota Manchester, saya pengen pindah dari Cilacap dan balik ke Semarang karena temen- temen tercinta saya ada di sana. Tetep aja ya, nyempilin curhatan tiap ada kesempatan hehe...

4. Setelah saya coba melakukan analisis mendalam dengan melihat lagi rekaman2 pertandingan dan rekap statistik Liga Inggris musim lalu, saya sampai pada satu kesimpulan yang mengungkap resep utama sehingga MU bisa jadi juara. Yaitu bahwa ternyata, Manchester United bisa jadi juara Barclays Premier League 2010/2011 karena mereka ikut dalam kompetisi Barclays Premier League 2010/2011. Mungkin rahasia itu bisa menjawab pertanyaan, "kenapa PSCS Cilacap engga berhasil juara ISL musim lalu?"

5. Random Quote: "Winning doesn't really matter as long as you win." - Vinny Jones

Kamis, 30 Juni 2011

Random Thoughts #1

Lho, katanya mau posting tulisan tentang Maxalmina ? Ah, ntar aja itu, masih males. Sekarang saya mau ngenalin satu kategori baru artikel di blog ini yang saya kasih nama Random Thoughts. Sesuai namanya, artikel kategori ini ntar isinya macem2, engga ada batasan tema dan jenis tulisan. Jadi isinya bisa opini, bisa pernyataan, bisa pertanyaan, bisa informasi, bisa juga (kebanyakan sih) seperti biasa curhat. Tulisan ini bisa aja ngomongin politik, agama, budaya, romansa, film, musik atau juga olahraga.

Alasan kenapa saya bikin artikel kategori ini sebenernya gara2 saya merasa kalo pikiran saya kadang dilintasi banyak hal yang pengen saya ceritain ke orang2. Tapi kebanyakan hal-hal yang saya pikirin itu engga terlalu penting buat dibahas, jadi mau dibikin satu tulisan khusus di blog rasanya terlalu pendek, mau ditulis di status pesbuk kayanya terlalu panjang. Nah, daripada menuh2in pikiran mending saya tulis aja bermacam hal yang engga saling berhubungan itu, tapi digabungin sekaligus dalam satu tulisan. Untuk edisi pertama, hal2 ini yang ada dalam pikiran saya :

1. Saya tiba-tiba punya teori tentang logika orang bohong. Jadi gini, seseorang yang lagi boong biasanya kalo udah tersudut akan menunjukkan sikap, melakukan sesuatu, atau mengeluarkan pernyataan tertentu. Tindakan itu menurut logika orang bohong (dan logika umum juga sih sebenernya) akan mengesankan bahwa dia ini engga seperti yang dikira dan orang lain akan percaya dia engga bohong. Cuman masalahnya, kebanyakan tindakan ini dilakukan secara sembarangan dan terburu-buru yang malah bikin orang lain justru makin curiga. Bentuknya sih bisa macem2 ya, kalo yang saya paling sering tau sih contohnya kalimat2 gini :
"ya udah, kalo kamu engga percaya sama aku, besok2 aku bohong aja sekalian !"
Lho? Bukannya itu justru nunjukkin kalo dia emang udah bohong dari kemaren2 ???

2. Eh, saya mau nanya, kenapa sih, orang suka ngucapin selamat ulang tahun pas jam 00:00 ? Biar jadi orang yang ngucapin pertama kali? Ya seterah kalian lah, tapi sori nih ye, tapi menurut saya itu berlebihan. Bener sih itungan hari tuh mulai dari jam 00:00 tengah malem itu, tapi kalo ngomongin ulang tahun harusnya sih beda urusan. Saat orang pengen jadi yang pertama ngucapin selamat ulang tahun pada hari ulang tahun orang lain, maka satuan waktu yang dihitung itu tahun, bukan hari. Jadi, itu dihitung dari waktu orang itu untuk pertama kali keluar dari rahim ibunya alias tepat pada waktu dia dilahirkan, bukan hari dia dilahirkan. Misal dulu seseorang lahir 08 Juni jam 15:05 WIB, berarti dia baru ulang tahun pada waktu itu. Kalo ada yang ngucapin tanggal 08 Juni jam 00:00 berarti kecepetan dong?

3. Kenapa semua anak pengen jadi pemaen bola? Kenapa engga ada yang pengen jadi wasit? Padahal wasit itu juga bukan sesuatu yang lebih rendah dari pemaen bola lho. Malah lebih keren kayaknya, dia lebih cape lari2 tanpa nyentuh bola, harus jeli, harus adil, salah dikit bisa diancam suporter atau bahkan digebukin. Ada pengaruh orang tua dan masyarakat juga sih sebenernya, kita suka nganggep tinggi status tertentu. Kayanya generasi kita harus mulai ngajarin ke penerus2 kita ntar bahwa mereka punya pilihan. Bahwa mereka, mau jadi the next Bambang Pamungkas atau the next Jimmy Napitupulu itu sama kerennya.

4. Random Quote : "Some people are like clouds. When they disappear, it's a brighter day" (Sumber : lupa tuh)